Blogger Widget
Terima Kasih Telah Berkunjung Ke PIMR, Kunjungan Anda Adalah Dukungan Anda, PIMR Membuka Pintu Selebar-lebarnya Bagi Siapa Saja Yang Mau Bergabung, Mempunyai Minat, Memiliki Kesamaan Visi & Misi Membangun Daerah Manggarai, Dengan Menaikan Status Blogspot Ini Menjadi Situs Informasi Resmi Bagi Masyarakat Manggarai

Rabu, 14 Mei 2014

MELAWAN AMNESIA DINI!



Oleh : Willy Seda, S. Fil.
Peringatan akan tragedy pilu Mei 1998 umumnya bertemakan satu hal : MELAWAN LUPA! Mengapa tema ini diangkat?  Apakah ini suatu kemendesakan? Lupa bagaikan musuh yang siap menyerang dan menghapus ingatan kita akan masa lalu; dan karena itu kita harus melawan. Kalau tidak kita adalah generasi yang melangkah ke depan tapi tidak meninggalkan jejak. ATau? Mungkin jejak-jejak kita telah dihapus dan diganti dengan jejak-jejak yang lain?

Ada suatu teori yang mengatakan bahwa manusia lupa bukan karena kehilangan memori tetapi karena informasi lainnya menghalangi hal yang ingin diingati (interference theory). Teori ini, bersama dengan teori kemerosotan (decay theory), diajukan sebagai sebab-sebab mengapa manusia dapat melupakan sesuatu. Menurut teori ini, terdapat dua jenis "pengganggu" (interference, interferensi): interferensi proaktif dan interferensi retroaktif. Interferensi proaktif terjadi ketika informasi yang dipelajari sebelumnya mengganggu pengingatan kembali suatu hal yang dipelajari kemudian. Ini dapat menjadi bermasalah ketika informasi yang baru tidak dapat digunakan dengan benar akibat diganggu informasi lama. Interferensi retroaktif adalah kebalikan dari interferensi proaktif, di mana informasi baru mengganggu informasi lama.

Dalam dunia kedokteran kegagalan daya ingat yang parah disebut amnesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan amnesia sebagai keadaan kehilangan daya ingat terutama tentang masa lalu atau masa sebelumnya karena kelumpuhan otak atau karena cacat lain yang menyebabkan gangguan otak.

Dari definisi di atas di manakah posisi generasi zaman ini? Apakah kita sedang melupa atau lebih parah jangan sampai kita sedang terjerembab dalam kubangan amnesia kolektif?
gambar : ilustrasi

Teori interferensi dan teori kemerosotan tidak bermaksud mempertanggungjawabkan kelemahan daya ingat manusia. Dua teori ini justru menjelaskan sebab musabab terjadinya lupa. Kemampuan otak manusia jauh melebihi ratusan unit computer. Thomas Alfa Edison  penemu lampu pijar dan si Jenius Einstein hanya menggunakan 4 % dari kemampuan otaknya dan berhasil meletakan dasar bagi kemajuan dunia elektrisitas dan fisika modern hingga kini. Itu artinya sebenarnya manusia diciptakan untuk tidak mudah lupa. Memori atau ingatan manusia tidak hilang tetapi dihalangi. Bukankah ini yang sering terjadi di zaman orde baru? Strategi membuat kerusuhan sana-sini untuk memindahkan perhatian massa dari perhatian terhadap pejabat public sipil dan militer yang semestinya diadili, sudah menjadi tontonan lumrah di televisi. Ujung-ujungnya adalah hukum jadi buntung. Peradilan tidak berjalan. Ingatan public dipusatkan pada kerusuhan. Rakyat kecil tetap menjadi korban- dan malangnya mereka dilupakan.

Hemat saya gerakan melawan lupa mesti menjadi semboyan bagi tiap generasi yang ingin hidup dalam kejelasan sejarahnya. Ini suatu kemendesakan. Kita tentu saja tidak mau ingatan kita diganti oleh para penyeleweng ingatan yang menyebabkan penggalan-penggalan memori yang sudah dilewati menjadi susah diterjemhakan dalam ingatan. Terlebih lagi kita tidak mau kehilangan daya ingat yang berarti juga kehilangan akan kemampuan untuk mengumpulkan memori yang telah tecetak dalam sejarah. Kalau hal itu terjadi maka kita akan masuk dalam sejarah bayang-bayang. Yang ada hanyala kekaburan tanpa makna. Pada titik ini kita akan menjadi bangsa yang amnesia-is. Bangsa seperti ini adalah bangsa yang kehilangan daya ingat kolektifnya. Bangsa seperti ini adalah bangsa yang a-historis.

Selain itu gerakan melawan lupa adalah upaya “pengenangan akan korban”. Banyak tragedy di Indonesia menyisakan banyak korban. Tidak sedikit dari para korban sampai sekarang tidak jelas nasibnya. Mati tanpa pusara, hilang tanpa jejak. Berdirinya demokrasi hingga saat ini adalah juga karena korban mereka. Karena itu nasib mereka yang “dihilangkan” tanpa jejak harus jelas. Di era seperti sekarang ini, dengan kemapanan pemerintahan dan teknologi yang canggih semestinya para “korban anonym” itu mendapat keadilan. Biarkan yang telah bepulang beristirahat dalam damai, sendangkan yang diculik dan dibuang dipulangkan ke keluarganya.

Tentu saja ini bukan pekerjaan mudah. Akan tetapi bagaimanapun ini adalah tugas dan tanggung jawab Negara. Kalau tidak, untuk apa kita bernegara karena tugas negara adalah melindungi warganya. Negara harus bertindak. Mesti ada yang bertanggung jawab untuk setiap tragedy yang mengorbankan anak bangsa. Yang dituntut generasi sekarang ini dan  nanti adalah kejelasan sejarah. Negara ini tidak boleh mewariskan sejarah buram tanpa kejelasan. Sejarah yang buram tidak sama dengan sejarah yang hitam dan kelam. Setiap bangsa memiliki kekelaman dalam sejarahnya. Pengetahuan akan penyebab kekelaman sejarah menjadi antisipasi bagi generasi kemudian agar tidak mengulangi kekelaman yang sama. Sebaliknya bangsa yang memilik keburaman sejarahnya tidak bisa mengambil langkah apapun sebelum menjernihkan keburaman sejarahnya.

Pada bulan Juli mendatang Kita akan menuju Pilpres. Hemat saya tugas kita yang pertama adalah “jangan lupa sejarah”! Para kandidat pemimpin kita harus mempunyai rekam jejak yang tidak memburamkan sejarah bangsa ini. Karena itu para pemilih hendaknya proaktif mencari kumpulan rekam jejak para calon pemimpin. Para pemimipin yang terekam melakukan tindakan pengaburan sejarah mesti secara gentel mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban seperti ini akan menjadi garansi bagi masyarakat bahwa sang pemimpin tidak akan melakukan hal serupa di saat mendatang, apapun keadaannya.

Salah seorang pemimpin Negara ini menuliskan statusnya FB-nya kira-kira sebagai berikut, Untuk apa kamu berkutat pada masa lalu kalau kamu adalah milik masa depan?”. Entah apa maksud pernyatan ini. Akan tetap hemat saya pernyataan seperti ini adalah ajakan untuk melupakan masa lalu. Melupakan masa lalu sama artinya melupakan sejarah dan serentak menghapus rekam jejak yang telah lewat. Bisa jadi juga ini merupakan seruan “pemutihan” jejak hitam para penjahat sejarah (karena bangsa ini juga adalah bangsa pemaaf yang menjunjung tinggi kesantunan). Akan tetapi persolannya memaafkan para penjahat sejarah, memutihkan jejak hitam para pembelok ingatan kolektif serentak adalah tindakan viktimisasi korban. Para korban tak berpusara dan tak berjejak janganlah dijadikan korban lagi dengan melupakannya dari ingatan historis kita.

Mengakhiri tulisan ini saya mengutip apa yang pernah diucapkan seorang teman ikhwal mengingat dan lupa. Yang pertama, Banyak mengingat = banyak melupa; yang kedua, sedikit mengingat = sedikit melupa; yang ketiga, tidak mengingat = tidak melupa.

Yang pertama adalah tipe orang yang menggunakan otaknya untuk mencari dan terus mencari walaupun berkemungkinan untuk melupakan yang pernah dicari dan diingatnya.
Yang kedua adalah tipe orang yang punya otak tapi menggunakan seadanya saja. Karena itu yang diingatnya sedikit tetapi yang dilupakannya juga sedikit.
Yang ketiga adalah tipe orang yang mempunyai otak tapi tidak menggunakannya atau otaknya tidak berfungsi-bisa jadi karena otaknya “dicuci”. Baginya sejarah adalah kosong.

Anda termasuk yang mana? Saya berharap anda termasuk agen-agen yang mengingat sejarah, melawan lupa sehingga tidak terserang amnesia dini- demi para korban yang tak berpusara dan tak berjejak- dan demi kejelasan sejarah bangsa ini.***

Tulisan ini tidak bermaksud memojokan kandidat capres dan cawapres tertentu pada pilpres mendatang. Ini adalah murni upaya melawan lupa secara kolektif.

berita lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dukung PIMR Memajukan Manggarai Dengan Saran, Kritikan Dan Komentar Anda