foto: SPBU Mena-Ruteng (PIMR) |
PIMR-Ruteng
Penunjuk waktu pada ponselku
menunjukkan pukul 15.30. Perut sudah terasa lapar, kepala agak pening tetapi bersama
ratusan pengendara yang lain, saya harus mengekori antrian panjang di SPBU Mena
Ruteng Manggarai. Tampak dari pakaiannya kebanyakan pengendara yang antri kali
ini adalah warga yang baru pulang kerja. Antrian panjang sudah lumrah beberapa hari
belakangan ini. Tetapi pilihan mengantri di SPBU Mena bagi saya (mungkin juga
bagi kebanyakan pengendara lain) dinilai lebih bijak dan efektif dibandingkan
harus mengantri di SPBU Mbaumuku yang tidak memiliki kepastian jam buka tutup.
Selain itu di dua SPBU Ruteng (baca: SPBU Mbaumuku dan SPBU Carep) pengantri
yang menggunakan jergen mendapat prioritas. Dengan jergen ukuran jumbo mereka
tak perlu “mengular” seperti para pengendara bermotor lainnya. Tinggal meletakan
jergen di depan kaki para petugas SPBU, mereka pun langsung mendapat pelayanan
lebih dahulu ketimbang deretan pengendara yang sudah mengantri berjam-jam
sebelumnya. Miris memang, tetapi ini adalah kenyataan yang ditontoni warga
setiap hari dan tak satupun yang protes. Itulah aksi-aksi liar yang terjadi di
Ruteng tetapi “disetujui” oleh aparat dan warganya.
Sore ini aksi liar yang sama
dipertontonkan oleh seorang aparat kepolisian. Memang bukan menggunakan jergen
tetapi si petugas berbaju coklat ini tiba-tiba menyelonong masuk lalu “memantati”
(maaf) motornya dari depan menjadi orang nomor satu untuk dilayani. Kebanyakan
kami yang mengantri berjam-jam hanya menatapi aksi konyol sang petugas terpuji.
Dia mengeluarkan uang hijau (sedikit lebih sedikit dari saya RP 21.000).
Mungkinkah aparat penjunjung tinggi kedisiplinan itu sedang terburu-buru karena
siaga 1 atau sedang situasi darurat? Entahlah! Motor yang digunakannya bukan
motor dinas dan tanpa nomor polisi. Roman mukanya pun tak menunjukkan
ketergesaan yang ada hanyalah keangkuhan. Ada apa gerangan?
Saya sendiri mencintai dan
menghargai kepolisian tetapi membenci polisi yang tidak disiplin. Dengan alasan
itu maka kujepret “aksi menarik” itu dengan kamera ponsel sederhanaku untuk
menjadi kenang-kenangan tetapi juga untuk disadari oleh siapapun yang membaca
tulisan ini.
Mungkin bagi anda aksi tadi
persoalan lumrah yang tidak perlu dipublikasikan tetapi menurut saya pelumrahan
atau pembiasaan sesuatu yang salah akan membutakan pikiran kita untuk
membedakan mana yang benar dan seharusnya dan mana yang salah yang mesti
dihindari.
Jika anda mencintai kepolisian
dan menghargai keteraturan dalam hidup bermasyarakat mari kita menjadi
pengontrol kehidupan social.
-------
Tulisan ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami yang menjunjung tinggi terjaganya ketertiban
dan keteraturan sosial. Kami tidak berpretensi mendiskreditkan instansi atau
pihak manapun. (PIMR)
Berita Lainnya
betul harus antri....
BalasHapusBanyak masyarakat kita hanya "iyo dan iyo" kalau melihat kejadian seperti itu. Seutuju harus antri, siapapun itu, atau mungkin ada undang-undang yang mengatur agar Polisi diutamakan dalam segala situasi dan tidak perlu mengantri di SPBU. Kalau ada maka saya termasuk yang ketinggalan informasi.
Hapus