Seorang anak Gadis represetant molas poco diarak warga (foto: gws) |
PIMR- Ruteng, Minggu 11 Mei 2014 warga desa Golo Wua,
Kecamatan Wae Rii beramai-ramai mengikuti ritual adat “roko molas poco”. Ritual
ini biasanya diadakan ketika satu masyarakat gendang di Manggarai hendak
mendirikan mbaru gendang/mbaru tembong sebagai
ruma-pusat segala ritus adat dan sosial orang Manggarai. Secara hurufiah roko
molas poco dapat diartikan sebagai mengambil anak gadis yang cantik dari
gunung. (roko = mengambil, molas = cantik, poco = gunung/hutan). Dalam
pelaksanaannya molas poco itu sebenarnya adalah sebatang pohon terpilih yang
diarak-arak warga untuk dijaikan siri
bongko atau tiang utama dalam pembangunan rumah adat.
Menurut Bapak Hendrkus Jhaman, salah seorang
tokoh masyarakat adat yang pernah menjadi duta budaya Manggarai, kayu yang
dipilih untuk siri bongkok mesti kayu yang benar-benar mewakili makna dari siri
bongko sebagai tiang utama. Untuk diketahui, siri bongko adalah tiang tempat
bersandarnya tetua adat ketika menyampaikan petuah penting. Siri bongko itu
sentral dari segala kegiatan. Siri bongko juga selalu diasosiasikan dengan
kewibawaan, kebenaran dan kesakralan. Oleh karena itu batang pohon yang menjadi
bakal siri bongko mesti benar-benar molas poco, artinya kayu pilihan terbaik
dari kayu yang lain.
Seperti
yang disaksikan PIMR dalam ritus ini warga dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok “roko molas poco”. Mereka adalah kelompok yang
mengarak “molas poco” sambil menyannyikan lagu-lagu adat diriingi bunyi-bunyian
gong. Di atas batang pohon yang dipikul dan diarak beramai-ramai itu duduk
seorang gadis kecil sebagai represetant dari molas-nya poco. Kelompok kedua
adalah kelompok curu atau penjemput. Kelompok ini dipimpin oleh tua adat yang
telah siap sedia menyambut rombongan pengantar molas poco. Setibanya di “natas”
atau pekarangan rumah adat watang kelompok penjemput memberikan ucapan selamat
datang dengan kepok. Setelah itu acara dilanjutkan.
Sebenarnya sekitar satu decade yang lalu
masyarakat adat gendang watang sudah memiliki rumah adat. Akan tetapi rumah
adat tersebut dilalap jago merah pada tahun 1991. Ritus “roko molas poco” kali
ini adalah yang kedua sebagai awal pembangunan rumah adat yang baru. ***
berita lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dukung PIMR Memajukan Manggarai Dengan Saran, Kritikan Dan Komentar Anda