Blogger Widget
Terima Kasih Telah Berkunjung Ke PIMR, Kunjungan Anda Adalah Dukungan Anda, PIMR Membuka Pintu Selebar-lebarnya Bagi Siapa Saja Yang Mau Bergabung, Mempunyai Minat, Memiliki Kesamaan Visi & Misi Membangun Daerah Manggarai, Dengan Menaikan Status Blogspot Ini Menjadi Situs Informasi Resmi Bagi Masyarakat Manggarai

Sabtu, 04 Januari 2014

2014 Tahun Politik? (Pikirkan Ulang Secara Kritis)

gambar:ilustrasi



Willy Seda, S.Fil.
Berbagai media telah menjadikan frasa ‘2014 tahun politik’ sebagai berita yang santer. Spontan kebanyakan orang mungkin akan setuju dengan frasa di atas karena toh di tahun ini sebagai bangsa demokrasi kita akan menyelenggarakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presidensial. Namun kalau kita sedikit lebih kritis dengan menyebutkan 2014 sebagai tahun politik kita sebenarnya sedang membuat limitasi akan arti dan kegiatan berpolitik itu sendiri. Dengan menyandingkan 2014 dengan tahun politik saya takut masyarakat akan berpikir politik hanya berkaitan dengan Pemilu belaka.
Padahal politik itu sangat luas. Ia tidak hanya berkutat ihwal pemilihan umum yang berlangsung lima tahun sekali itu. Politik berkaitan dengan pengaturan kehidupan publik. Karena itu ia tidak mesti hanya bergema lima tahun sekali. Politik dan aksi politis mesti tetap dijtunjukan selama sebuah Negara eksis.
Politk sering juga dianalogikan dengan sebuah seni (Politic is an art). Terlepas dari banyaknya artis yang mencalonkan diri sebagai caleg (meskipun harus membayar mahal) salah satu arti dari politik itu sendiri adalah seni untuk mengatur kehidupan publik dan otoritas untuk mengatur itu diraih lewat perebutan kekuasaan secara kontitusional maupun non konstitusional. Konsekuensi dari artian seperti ini maka orang yang mengatur kehidupan publik adalah seniman, artist. Politician is an artist. Karena itu politisi yang menjadikan kehidupam publik jadi khaos (tidak teratur) sesungguhnya bukan atau tidak layak disebut sebagai politisi. Seperti laiknya Seni itu menghibur demikiapun politik menjaga keteraturan bukan mengacaubalau.
Dalam kaitan dengan  dunia seni ada satu falsafah, “seni itu indah; dan yang indah itu selalu baik”. Karena dalam dirinya seni itu indah dan baik maka seorang seniman pun mesti memanifestasikan hakikat ini. “The politician is an good one and beuty one.” Dengan demikian ketika seorang seniman (baca: politisi) melakukan hal-hal yang tidak baik seperti tindakan indisipliner dan inkonstitusional semestinya dengan gentel dia berhenti dari kegiatan berpolitik. Tindakan indisipliner dan inkonstitusional mengindikasikan bahwa seseorang tidak sanggup lagi mengatur kepentingan publik. Yang mesti dia lakukan adalah berhenti (sejenak) atau berhenti secara tetap dari kegiatan politis. Berhenti sejenak sebagai momentum reflektif untuk melihat kembali karir politis yang telah ditempuhnya apakah sesuai dengan amanat rakyat dan konstitusi atau tidak. Seorang pejabat politis juga bisa berhenti permanent kalau memang sudah tidak sanggup lagi memainkan perannya sebagai seniman politis atau dengan kata lain harus dicari seniman lain yang mempunyai kemampuan lebih dalam menjalankan amanah konstitusi.
Yang menjadi soal adalah, selama ini para politisi maupun calon politisi kita belum sampai atau telah jauh meninggalkan hakikatnya sebagai politisi sejati yang seharusnya mengatur kehidupan umum. Yang lebih buruk dari itu adalah seseorang yang menamakan dirinya politisi atau menduduki jabatan politis tetapi bukan politisi. Sehingga yang terjadi adalah, “the wrong man in the right place.” Dampaknya? Orang tidak sanggup mengatur kepentingan publik dan yang dilakukannya adalah bukan mengatur kehidupan publik tetapi mengatur kehidupannya sendiri. Kalau seperti ini yang terjadi maka patut dipertanyakan “quo vadis kehidupan politis kita”? Mau dibawa ke mana rakyat kecil yang dipimpinnya?
Sebagaimana halnya sebuah karya seni, drama atau teater misalnya para penonton mesti mengikuti seluruh alur pentas dari awal hingga akhir. Hanya dengan demikian penonton dapat menangkap pesan atau makna dari sebuah adegan yang dibawakan. Rakyat juga tidak bisa hanya terlibat aktif waktu pemilu kemudian empat tahun sesudahnya pasif. Sekali lagi aktivitas politis itu tetap berlangsung selama sebuah Negara itu eksis. Rakyat sebagai penikmat dan penilai karya seni politik juga mesti mengawal seluruh proses politis itu hingga tuntas. Karena batasan kontitusional adalah limat tahun lamanya seorang menjadi pengatur kehidupan publik maka rakyat juga mesti mengawal perjalanan politis orang yang dipilihnya selama lima tahun.
Para caleg juga semestinya menyadari tanggung jawab politisnya sebagai pengemban amanah rakyat. Sangat naïf jika seorang anggota legislatif ‘berpura-pura’ memberi perhatian kepada rakyat selama menjadi caleg tetapi meninggalkan rakyat setelah menjadi pemangku jabatan aktif. Karena itu hemat saya tidak bijak bahkan sangat berbahaya jika para caleg kita rame-rame membagikan jatah pribadinya selama ‘bulan-bulan politis’ 2014 lalu meraup habis jatah public yang seharusnya di-masyarakat-kan ketika menjadi anggota legislatif. gws

Berita lain

______________
Kami memberi kesempatan kepada siapa saja untuk mengirimkan berita,artikel, foto-foto yang ada hubungannya dengan Manggarai Raya (Maya). Dukungan anda sangat kami hargai. Mari kita bersama tingkatkan kemajuan Maya tercinta. Anda dapat mengirimkan informasi anda  lewat email willyseda72@gmail.com atau ponsel no 081339141853

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dukung PIMR Memajukan Manggarai Dengan Saran, Kritikan Dan Komentar Anda